Wednesday, June 13, 2018

Bitcoin : 'Gelombang Cinta' Jaman Now

Mungkin saja satu diantara peristiwa yang paling membahagiakan untuk kelompok pekerja yaitu waktu beroleh rejeki penambahan diluar upah pokok, yaitu berbentuk bonus, insentif, atau tunjangan kemampuan. Untuk kelompok pekerja yang suka berinvestasi, sudah pasti pertanyaan yang kerap nampak yaitu " Baiknya diinvestasikan ke mana bonus saya? " Jawaban seperti deposito, property serta saham tentu telah kerap terdengar di telinga kita. Namun investasi di Duit Virtual? Mungkin saja jawaban itu masih tetap cukup asing untuk beberapa besar orang. 


Duit virtual atau umum dimaksud virtual currencies/cryptocurrencies pada prinsipnya merujuk pada rencana mata duit yang kita kenal sampai kini seperti Rupiah, Euro, Dollar dsb. Ketidaksamaannya yaitu system yang ada dibalik pengelolaannya. Seperti yang kita kenali, mata duit satu negara dikelola dengan cara sentralisasi oleh bank sentral. Seperti US Dollar dikelola oleh Federal Reserve Sistem, Rupiah oleh Bank Indonesia, serta Yen oleh Bank of Japan. Senantiasa ada basic penilaian (underlying) untuk memastikan nilai mata duit itu. Dulu, jumlah emas adalah jaminan dari duit fiat yang dikeluarkan oleh satu negara. Sekarang ini, keadaan fundamental perekonomian suatu negara jadi basic penilaian suatu mata duit relatif pada mata duit negara lain. Misalnya, kurs Rupiah pada US Dollar di pengaruhi oleh keadaan makroekonomi Indonesia serta Amerika Serikat. 


Lantas, bank sentral mana yang mengatur duit virtual? 

Duit virtual dikelola dengan cara desentralisasi, berarti tak ada satu negara atau bank sentral yang mengelolanya dengan cara spesial. Penyusunan dengan cara desentralisasi itu memakai tehnologi bernama blockchain. Singkatnya, blockchain sangat mungkin semua pemakai untuk menambang duit virtual dengan cara bebas serta tiap-tiap transaksi bakal terdaftar dalam suatu " ledger " atau " buku besar ". Tidak sama dengan mata duit fiat yang diterbitkan oleh bank sentral, ciri-ciriistik dari duit virtual itu yaitu tak mempunyai basic penilaian. Oleh karenanya, tak heran bila nilai atau harga duit virtual itu demikian fluktuatif serta diperlakukan sebagai komoditas dari pada alat ganti. 


Dari seputar 1. 400 type duit virtual, Bitcoin adalah brand yang paling populer. Dengan kapitalisasi sebesar 33% dari keseluruhan nilai pasar duit virtual di semua dunia, Bitcoin telah sama dengan duit digital seperti orang-orang Indonesia menyebutkan 1 merk air mineral untuk semua merk yang ada. 

Tidak bisa disangkal, hadirnya Bitcoin sungguh fenomenal. Dalam rentang saat kurang dari 5 th. kenaikan harga Bitcoin mulai sejak April 2013 sudah meraih 164 kali. Ini berarti bila anda mempunyai 1 BTC waktu ini dengan nilai ganti Rp 1, 3 juta jadi pada awal Januari tempo hari 1 BTC Anda jadi sejumlah Rp 214 juta. Bila dirata-rata jadi return rate Bitcoin sepanjang satu tahun yaitu seputar 3. 260%. Sebagai perbandingan, saham IHSG dengan return paling tinggi selama th. 2017 yaitu TAMU (PT. Pelayaran Tamarin Samudra Tbk) sebesar 2. 627%. Sepintas pasti tampak bahwa ketentuan tidak untuk berinvestasi di Bitcoin yaitu langkah yang bodoh bukan? Jawabannya tak, serta ini juga yang menuturkan kenapa sekarang ini orang-orang kita tak akan men- " dewa " kan Anthurium atau tanaman si Gelombang Cinta. 

Pada th. 2006, orang-orang Indonesia cukup digemparkan oleh satu tanaman dengan harga per potnya meraih Rp200juta bahkan juga miliaran. Tanaman bernama Anthurium itu adalah satu diantara momen " bubble " terunik. Dengan modal beberapa ratus ribu satu pot tanaman dapat di jual dengan harga 3 hingga 10 kali lipat. Tetapi seperti booming harga biasanya, sampai sekarang ini kita tak pernah lagi mendengar cerita orang jual mobilnya untuk beli suatu Anthurium. Booming komoditas apa pun cuma berlaku sebagian waktu serta tak berkepanjangan. Anthurium tak sendirian, ikan Lou Han serta Batu Akik juga bernasib sama. 


Untuk taraf global, Tulip Mania di Belanda pada th. 1634-1637 dikatakan sebagai bubble pertama serta paling besar didunia. Suatu bunga tulip pada saat ini dihargai sejumlah 10 kali lipat upah bulanan seseorang pegawai kantoran. Sekarang ini bunga tulip bahkan juga dapat Anda beli sebagai hadiah untuk orang yang paling disayangi dengan harga sangatlah murah. Convoy Investment, suatu firma investasi berbasis di New York, Amerika Serikat mencatat Bitcoin sudah jadi potensi bubble paling besar didunia sekarang ini menaklukkan Tulip Mania (1634-1637), Tech Bubble (1994-2002), Great Depression Stok (1923-1932). Nilai ganti BTC/IDR per tanggal 6 Februari 2018 yaitu seputar Rp100jt, atau sudah jatuh 50% kian lebih nilai paling tingginya waktu awal Januari 2018. 

Selain itu, ada juga resiko yang cukup besar dalam pemakaian duit digital yang bisa dipakai untuk praktek pencucian duit serta kesibukan pendanaan terorisme. Terorisme sendiri sudah jadi ancaman yang sangatlah riil di Indonesia hingga telah sewajarnya otoritas tutup semua pintu yang sangat mungkin beberapa teroris untuk dapat masuk. Belum lagi gosip keamanan transaksi yang dapat sangatlah merugikan. Seperti yang barusan berlangsung di Jepang, Coincheck yang disebut satu diantara bursa duit virtual paling besar dirampok oleh hackers dengan keseluruhan kerugian sejumlah USD500 juta. Masalah pencurian duit digital sejenis ini dapat dihadapi oleh Mt. Gox-Jepang USD450 juta pada th. 2014 lalu Bitstamp-London USD5 juta pada th. 2015. 

Atas sebagian argumen itu, tak heran beberapa bank sentral di sebagian negara sudah keluarkan larangan pemakaian virtual currency, termasuk juga Indonesia. UU No. 7 th. 2011 perihal Mata Duit dengan sangatlah tegas menyebutkan bahwa Rupiah yaitu hanya satu mata duit yang diperbolehkan dipakai di lokasi NKRI. Sebagai otoritas system pembayaran, Bank Indonesia melarang semua penyelenggara layanan system pembayaran (prinsipal, penyelenggara switching, penyelenggara kliring, penyelenggara penyelesaian akhir, penerbit, acquirer, payment gateway, penyelenggara dompet elektronik, penyelenggara transfer dana) serta penyelenggara FinTech (bank maupun instansi terkecuali bank) untuk mengolah transaksi pembayaran dengan duit virtual. Hal semacam ini ditata dalam Ketentuan Bank Indonesia (PBI) Nomer 18/40/PBI/2016 perihal Penyelenggaraan Pemrosesan Transaksi Pembayaran serta dalam PBI 19/12/PBI/2017 perihal Penyelenggaraan Tehnologi Finansial. 

Lantas, apakah itu berarti duit digital adalah tehnologi yang haram dipakai seperti seperti senjata pemusnah massal? Sayangnya tak sesederhana ini. Semestinya tehnologi, senantiasa ada segi baik serta jelek. Sekarang ini sebagian bank sentral didunia sudah lakukan kajian tentang peluang menerbitkan Central Bank Digital Currency (CBDC) atau duit virtual yang dikeluarkan oleh bank sentral sebagai otoritas. 


Bila sukses, beberapa keuntungan bisa didapat. Bank sentral tak perlu lagi cetak duit kertas serta logam yang memerlukan cost mahal serta sistem yang lama. Diluar itu, perekonomian bisa lebih efektif lantaran transaksi dikerjakan dengan cara gampang serta cepat. Dari segi keamanan juga bertambah, di mana lantaran semua transaksi terdaftar jadi pengawasan pada kesibukan korupsi, pencucian duit serta pendanaan terorisme bisa terlacak. Namun sekali lagi, CBDC masih juga dalam bagian kajian serta terasa masih tetap perlu saat agar bisa diimplementasikan. 

Selanjutnya pemakaian duit virtual dalam kehidupan keseharian sama seperti dengan memakai tanaman Anthurium sebagai alat investasi serta alat ganti. Dari segi legalitas pasti suatu tanaman tak dapat jadikan alat ganti dalam transaksi pembayaran. Bukan sekedar ini, keamanan system pembayaran juga jadi gosip ketahanan nasional bila suatu instrumen bisa mempermudah aktivitas yang dilarang oleh undang-undang seperti tindak kejahatan pencucian duit atau terorisme. Disamping itu dalam konteks investasi, terang sekali bahwa tak ada instansi atau otoritas di Indonesia yang bisa memberi perlindungan pada yang memiliki duit virtual.

0 comments:

Post a Comment